Gejala Perasaan Emosi - Psikologi
A. GEJALA PERASAAN (EMOSI)
1. Pengertian Perasaan
Perasaan
dapat diartikan sebagai suasana psikis yang mengambil sebuah bagian pribadi
dalam situasi, dengan jalan membuka diri terhadap suatu hal yang berbeda dengan
keadaan atau nilai dalam diri.[1]
Dalam pengertian lain perasaan ialah suatu keadaan kerohanian atau peristiwa
kejiwaan yang kita alami dengan senang atau tidak senang dalam hubungan dengan
peristiwa mengenal dan subyektif.[2]
Perasaan adalah istilah yang awalnya berasal dari bahasa inggris “state” yang artinya
keadaan. Dalam istilah ini seseorang anak merasakan keadaan yang cukup untuk
mendorong melakukan tindakan sosialnya hingga berpengaruh besar pada proses
kepribadian yang dimiliki.
Menurut
Chaplin (1972) perasaan adalah keadaan (state) yang dialami oleh setiap
individu sebagai bentuk proses akibat dari presepsi tindakan yang
mempengaruhinya. Dalam arti ini keadaan tersebut dilakukan atas dorongan
internal dan eksternal dalam kehidupan yang dijalankan.[3]
Unsur-unsur
perasaan ialah :
a.
Bersifat
subyektif daripada gejala mengenal
b.
Bersangkut
paut dengan gejala mengenal
c.
Perasaan
dialami sebagai rasa senang atau tidak senang, yang tingkatannya tidak sama.
Perasaan
lebih erat hubungannya dengan pribadi seseorang dan berhubungan pula dengan
gejala-gejala jiwa yang lain. Oleh sebab itu tanggapan perasaan seseorang terhadap
sesuatu tidak sama dengan tanggapan perasaan orang lain, terhadap hal yang
sama.
Perasaan
bukan merupakan suatu gejala kejiwaaan yang berdiri sendiri, tetapi bersangkut
paut atau berhubungan erat dengan gejala-gejala jiwa yang lain, antara lain
dengan gejala mengenal dan sebaliknya pada suatu ketika ada gejala perasaan
yang menyertai peristiwa mengenal.
Gejala perasaan
kita tergantung pada :
a.
Keadaan
jasmani, misalnya badan kita dalam keadaan sakit, perasaan kita lebih mudah
tersinggung daripada kalau badan kita dalam keadaan sehat dan segar.
b.
Pembawaan,
ada orang yang mempunyai pembaawaan berperasaan halus, sebaliknya ada pula yang
kebal perasaannya.
c.
Perasaan
seseorang berkembang sejak ia mengalami sesuatu. Karena itu mudah dimengerti
bahwa keadaan yang pernah mempengaruhinya dapat memberikan corak dalam
perkembangan perasaannya.
Selain
faktor yang mempengaruhi diatas masih ada banyak hal yang mepengaruhi perasaan manusia, misalnya
keadaan keluarga, jabatan, pergaulan sehari-hari, cita-cita hidup dan
sebagainya. Dalam kehidupan modern banyak alat yang dipergunakan untuk
memperkaya rangsang emosi, seperti : televisi, radio, film, gambar, majalah,-majalah
dan sebagainya.[4]
Tanggapan-tanggapan
tubuh terhadap perasaan dapat berwujud :
a.
Mimik,
gerakan roman muka.
b.
Pantomimik,
gerakan-gerakan anggota badan bagi orang bisu dan tuli, terdiri dari gerakan-gerakan
yang termasuk mimik dan pantomimik.
c.
Gejala
pada tubuh, seperti denyut jantung bertambah cepat dari biasanya, muka menjadi
pucat dan sebagainya.[5]
Jenis-jenis
perasaan
Perasaan dibagi
atas :
a.
Perasaan-perasaan
jasmaniah, jenis perasaan ini sering pula disebut sebagai perasaan rendah,
terdiri dari :
1)
Perasaan
sensoris, yaitu perasaan yang berhubungan dengan stimuli terhadap indra,
misalnya dingin, hangat, pahit, masam, dan sebagainya.
2)
Perasaan
vital, yaitu perasaan yang berhubungan dengan kondisi jasmani pada umumnya,misalnya
lelah, lesu, letih, lemah, segar, sehat, dan sebagainya.
b.
Perasaan-perasaan
rohaniah, sering pula disebut sebagai perasaan luhur, terdiri atas :
1)
Perasaan
intelektual, yaitu perasaan yang berhubungan dengan kesanggupan intelektual
dalam mengatasi suatu masalah misalnya, senang atau puas ketika berhasil
(perasaan intelektual positif), kecewa atau jengkel ketika gagal (perasaan
intelektual negatif).
2)
Perasaan
etis, yaitu perasaan yang berhubungan dengan baik dan buruk atau norma,
misalnya puas ketika mampu melakukan yang baik, menyesal ketika gagal melakukan
yang baik.
3)
Perasaan
estesis, yaitu perasaan yang berhubungan dengan pengahayatan dan apresiasi
tentang sesuatu yang indah atau tidak indah.
4)
Perasaan
sosial, yaitu perasaan yang cenderung untuk mengikatkan diri dengan seseorang
atau orang-orang lain, misalnya perasaan cinta sesama manusia, rasa ingin
bergaul, rasa ingin menolong, rasa simpati, rasa setia kawan, dan sebagainya.
5)
Perasaan
harga diri, yaitu perasaan yang berhubungan dengan penghargaan diri seseorang,
misalnya rasa senang, puas, bangga akibat adanya pengakuan dan penghargaan dari
orang lain.[6]
2.
Pengertian
Emosi
Menurut
English and English, emosi adalah “A complex feeling state accompanied by
characteristic motor and glandular activities” (suatu keadaan yang kompleks yang
disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris). Sedangkan Sarwono
berpendapat bahwa emosi merupakan “setiap keadaan pada diri seseorang yang
disertai warna efektif baik pada diri seseorang yang disertai warna efektif
baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat luas (mendalam)[7].
Definisi lain dari emosi adalah suatu konsep yang sangat majemuk sehingga tidak
ada satupun yang dapat diterima secara universal, secara etimologis (asal
kata), emosi berasal dari kata perancis emoticon, yang berasal dari emouvoir,
‘excite’, yang berdasarkan kata latin emovere, yang terdiri dari
kata-kata e-(variant atau ex-), artinya ‘keluar’ dan movere artinya ‘bergerak’ (istilah “motivasi” juga
berasal dari kata movere). Dengan demikian emosi berarti “bergerak
keluar”.[8]
Proses
Terjadinya Emosi
Proses
terjadinya emosi melibatkan faktor psikologis maupun faktor fisiologis.
Kebangkitan emosi kita pertama kali muncul akibat adanya stimulus atau sebuah
peristiwa, yang biasa netral, positif, ataupun negatif. Stimulus tersebut
kemudian di tangkap oleh reseptor kita, lalu melalui otak. Kita
menginterpretasikan kejadian tersebut sesuai dengan kondisi pengalaman dan
kebiasaan kita dalam mempresepsikan sebuah kejadian.
Interpretasi
yang kita buat kemudian memunculkan perubahan secara internal dalam tubuh kita.
Perubahan tersebut misalnya napas tersengal, mata memerah, keluar air mata,
dada menjadi sesak, perubahan raut wajah, intonasi suara, cara menatap dan
perubahan tekanan darah kita. Pandangan teori kognitif menyebutkan emosi lebih
banyak ditentukan oleh hasil interpretasi kita terhadap sebuah peristiwa. Kita
biasa memandang dan menginterpretasikan sebuah peristiwa dalam presepsi atau
penilaian negatif, tidak menyenangkan, menyengsarakan, menjengkelkan,
mengecewakan. Presepsi yang lebih
positif seperti sebuah kewajaran, hal yang indah, sesuatu yang mengharukan,
atau membahagiakan. Interpretasi yang
kita buat atas sebuah peristiwa mengkondisikan dan membentuk perubahan
fisiologis kita secara internal, ketika kita menilai sebuah peristiwa secara
lebih positif maka perubahan fisiologis kita pun menjadi lebih positif.[9]
Ciri-ciri Emosi
Emosi sebagai
suatu peristiwa psikologis mengandung ciri-ciri sebagai berikut :
a.
Lebih
bersifat subjektif daripada peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan
dan berfikir.
b.
Bersifat
fluktuatif (tidak tetap)
c.
Banyak
bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera.[10]
Macam-macam Emosi
a.
Perasaan
cinta
Rasa cinta
adalah emosi di dalam diri manusia dimana seseorang memiliki perasaan terikat
dengan orang lain, benda, ataupun hal lainnya. Contoh rasa cinta adalah
persahabatan, kepercayaan, rasa dekat, kemesraan, hormat.
b.
Perasaan
marah
Rasa marah
merupakan kebalikan dari rasa cinta, yaitu emosi di dalam diri manusia yang
memutuskan perasaan seseorang terhadap orang lain. Rasa benci merupakan emosi
negatif sehinnga dapat menurunkan motivasi seseorang terhadap berbagai
kegiatan. Contoh rasa marah, benci, kesal, mengamuk, beringas, jengkel.
c.
Perasaan
sedih
Rasa sedih
adalah suatu emosi manusia yang ditandai dengan perasaan tidak beruntung,
kehilangan, dan ketidakberdayaan. Contoh perasaan sedih, putus asa, mengsihani
diri sendiri, muram.
d.
Perasaan
malu
Rasa malu
adalah emosi dalam diri manusia akibat sebuah tindakan yang dilakukannya
sebelumnya, dan kemudian ingin ditutupinya.
e.
Perasaan
benci
Rasa benci
adalah suatu keadaan emosi manusia yang menggambarkan ketidaksukaan,
permusuhan, antipati. Rasa benci bias terjadi karena sakit hati, ada
ketidaksesuaian dengan perasaan, sehingga timbul rasa untuk menghindar,
menjauhi, atau bahkan melenyapakan hal yang di benci tersebut.
f.
Perasaan
takut
Rasa takut
adalah emosi dalam diri manusia yang muncul pada saat situasi genting yang
dihadapi seseorang. Contoh perasaan takut, cemas, gugup, khawatir, was-was,
perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri.
g.
Perasaan
cemburu
Rasa cemburu
adalah emosi di dalam diri manusia yang merujuk pada fikiran negatif dan
perasaan terancam, takut, dan khawatir kehilangan sesuatu yang dianggap
berharga dalam hubungan antar manusia.
h.
Perasaan
dengki
Rasa dengki
adalah emosi negatif di dalam diri seseorang dimana orang tersebut merasa kurang senang melihat
orang lain beruntung.[11]
Teori-teori
Emosi
Ada dua pendapat tentang terjadinya
emosi, yaitu nativistik (emosi adalah bawaan) dan pendapat empirik (emosi dalah
hasil belajar/pengalaman).[12]
Salah satu penganut paham nativistik yang
termasuk paling awal mengemukakan teori emosinya adalah Rene Descartes
(1596-1650). Menurut Descartes, sejak lahir manusia mempunyai enam emosi dasar
yaitu: cinta , kegembiraan, keinginan, benci, sedih dan kagum. Salah satu
argumentasi yang yang melandasi teori-teori nativistik adalah bahwa ekspresi
emosi pada dasarnya sama saja di antara hewan dan manusia , anak kecil, maupun
orang dewasa.
Di
sisi lain, golongan empiris sangat mengutamakan hubungan antara jiwa yang
berpusat di otak (khususnya amygdala yang dipercaya sebagai pasat emosi),
dengan rangsangan-rangasangan dari lingkungan melalui jaringan syaraf pada
tubuh manusia, yaitu mulai dari perifer/tepi (indra) ke pusat, diolah di pusat
(otak) dan kembali ke perifer/tepi (motorik, kelenjar-kelenjar) dalam bentuk
reaksi-reaksi tubuh.
Selanjutnya
ada tiga teori empirik klasik tentang emosi yang didasarkan pada hubungan
otak/syaraf dengan rangsangan dari lingkungan, yang pertama adalah teori
somatik oleh Willliam James pada tahun 1893 dan Carl Lange pada awal abad ke-20,
menurut teori James-Lange, sebuah emosi adalah reaksi terhadap
perubahan-perubahan dalam sistem fisiologi tubuh. Dalam praktik, teori ini
digunakan sebagai dasar untuk terapi tertawa. Dalam satu kelompok, orang
diminta tertawa sekeras-kerasnya walaupun tidak ada yang lucu, maka emosi
senang dan gembira akan muncul karena tertawa itu.
Tetapi,
Walter Canon dan Philip Bard (1929) membuktikan dengan penelitian-penelitiannya
bahwa reaksi motorik timbul setelah takut, bukan reaksi motorik menimbulkan
takut. Jadi, orang menjerit dan lari karena takut, bukan menjerit dulu baru
takut.[13]
3.
Hubungan
antara Perasaan dan Emosi
Menurut
pandangan Dirgagunarsa, pearasaan (feeling) mempunyai dua arti, ditinjau secara
fisiologis, perasaan berarti pengindraan, sehingga merupakan salah satu fungsi
tubuh untuk mengadakan kontak dengan dunia luar. Dalam arti psikologis,
perasaan mempunyai fungsi menilai, yaitu penilaian terhadap sesuatu hal. Makna
penilaian ini tampak, misalnya, dalam rangka ungkapan berikut “Saya rasa nanti
sore akan hujan”. Ungkapan itu berarti bahwa menurut penilaian saya, nanti sore
akan hujan.
Di
lain pihak, emosi mempunyai arti yang agak berbeda. Di dalam pengertian emosi
sudah terkandung unsur perasaan yang mendalam (intense). Perkataan emosi
sendiri berasal dari perkataan “emotus” atau emovere” yang artinya mencerca (to
stir up), yaitu sesuatu yangn mendorong terhadap sesuatu.
4.
Perbedaan
Perasaan dan Emosi
Perbedaan
antara perasaan dan emosi tidak dapat dinyatakan dengan tegas, karena keduanya
merupakan suatu kelangsungan kualitas yang tidak jelas batasnya. Pada suatu
saat tertentu, suatu warna efektif dapat dikatakan sebagai perasaan, tetapi
juga dikatakan seabagai emosi. Oleh karena itu, yang dimaksudkan dengan emosi
di sini bukan terbatas pada emosi atau perasaan saja, tetapi meliputi setiap
keadaan pada setiap diri seseorang yang disertai dengan warna efektif, baik
pada tingkat yang lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang kuat (mendalam).[14]
B. AFFEK DAN STEMMING (SUASANA HATI)
Affek
merupakan peristiwa psikis dapat diartikan sebagai rasa ketegangan hebat kuat,
yang timbul dengan tiba-tiba dalam waktu singkat, tidak disadari dan disertai
dengan gejala-gejala jasmaniah yang hebat pula. Sebagai akibatnya, pribadi yang
dihinggapi affek tersebut mengenal atau tidak menyadari lagi terhadap sesuatu
yang diperbuatnya. Kejahatan dan perbuatan durjana lainnya banyak dilakukan
orang, oleh karena didorong affek yang hebat itu. Affek ini pada umumnya tidak
pernah berlangsung lama, karena sifatnya yang terlalu kuat. Misalnya: kekuatan,
kemurkaan, kemuakan, ledakan dendam kesumat, kebencian yang menyala-nyala,
cinta birahi, kastase (kehanyutan jiwa), dan lain sebagainya.
Wilhelm Wundt, tokoh psikologi eksperimental dalam sebuah analisias
intropeksi telah menemukan affek dalam tiga komponen, yakni:
a.
Affek
yang diseratai perasaan senang dan tidak senang.
b.
Affek
yang menimbulkan kegiatan jiwa atau melemahkan.
c.
Affek
yang berisi penuh ketegangan dan affek penuh relaks (mengendorkan)
Sedangkan
Immanuel Kant membagi affek tersebut dalam dua kategori, yaitu :
a.
Affek
Sthenis (sthenos = kuat, perkasa) dengan nama individu menyadari kemampuan dan
kekuatan tenaganya, sehingga aktivitas jasmani dan rohani bias dipertinggi.
Misalnya : dorongan untuk bekerja.
b.
Affek
Asthenis, ialah affek yang membawa perasaan kehilangan kekuatan, sehingga
aktifitas fisik dan psikisnya terlumpuhkan karenanya. Misalnya kejutan hebat
sehingga melumpuhkan diri, dan lain sebagainya.
Stemming
atau suasana hati dapat diartikan sebagai suasana hati yang berlangsung agak lama,
lebih tenang, berkesinambungan dan ditandai dengan ciri-ciri perasaan senang
atau tidak senang. Sebab-sebab suasana hati itu pada umumnya ada dalam bawah
sadar, namun ada kalanya juga disebabkan oleh factor jasmaniah. Jika suasana
ini konstan sifatnya, maka peristiwa ini disebut “humeur”.[15]
C. SIMPATI, EMPATI, DAN MASALAH PRAKTIS
Simpati,
pengertian yang sederhana adalah perasaan terhadap orang lain. Penjelasan
mengenai simpati ialah suatu kecenderungan untuk ikut serta merasakan segala
sesuatu yang sedang dirasakan orang lain. Dengan kata lain suatu kecenderungan
untuk ikut serta merasakan sesuatu yang sedang sirasakan oleh orang lain
(feeling with another person).
Simpati
dapat timbul karena persamaan cita-cita, mungkin karena penderitaan yang sama,
atau karena berasal dari daerah yang sama, dan sebagainya.
Gejala
perasaan yang berlawanan dengan simpati ialah antipati gejala perasaan ini
menunjukkan ketidaksenangan kepada orang lain berupa kebencian.
Empati
ialah suatu kecenderungan untuk merasakan sesuatu yang dilakukan orang lain
andai kata ia dalam situasi orang tersebut. Karena empati, orang menggunakan
perasaannya dengan effektif di dalam situasi orang lain, didorong oleh emosinya
seolah-olah dia ikut mengambil bagian dalam gerakan-gerakan yang dilakukan
orang lain. Di sini ada situasi “feeling into person or thing”.
Contoh:
kita mengikuti pertandingan sepak bola yang pada waktu itu kesebelasan dari
sekolah kita bertanding. Setelah pertandingan berlangsugn lama, kedua belahpihak
masih mempertahankan gawang masing-masing. Kedudukan tetap kosong-kosong. Makin lama main seru. Kedua belah pihak saling
menyerang dan bertahan keadaan itu menimbulkan emosi dikalangan penonton dan
membuat suasana riuh da nada diantaranya yang melakukan gerakan-gerakan seperti
menepuk-nepukkan tangan, menggenggam tangan dan lain sebagainya gerakan semacam
ini didorong oleh suatu emosi yang disebut empati.[16]
Masalah-Masalah
Praktis
1)
Fungsi
Perasaan
a)
Perasaan
mempunyai pengaruh yang besar kepada setiap perbuatan dan kemauan kita. Sebab,
emosi-emosi itu memberikan sumbangan kepada rasa bahagia atau rasa sendu di
hati. Juga terjalin erat dengan segenap kepribadian yang memberikan warna pada
suasana hati. Karena itu pendidikan perasaan, penting sekali bagi perkembangan
kepribadian.
b)
Perasaan
itu cepat dan mudah menular. Guru yang mempunyai stemming (suasana hati) dasar
lincah, gembira, memiliki banyak humor dan simpatik, akan memberikan pengaruh
kepada pendidikan yang menguntungkan. Sebaliknya, passimisme, sindiran tajam
yang kasar (sarkasme), ungkapan-ungkapan yang egoistis, sindiran halus (ironi),
kebencian dan antipati, semuanya memberikan pengaruh negative dan menyesakkan
hati.
c)
Menyangkut
perasaan indriawi seperti panas, dingin, sejuk, sedap, dan lain-lain, juga
perasaan vital (senang, bahagia, sedih, dan lain-lain), perlu dilakukan
pembiasaan, demi pengembangan kepribadian. Misalnya, membiasakan diri untuk
tidak mudah tersinggung, tidak membesar-besarkan perkara, tidak cengeng, memupuk keberanian, menilai tinggi
kebenaran dan menjunjung tinggi keadilan. Orang muda dan anak-anak harus
belajar menahan lapar dan dahaga sedilit-sedikit, belajar menahan terhafap
dingin atu panasnya matahari, belajar menahan kekecewaan karena maksud hati
belum tercapai, semua itu merupakan sarana ampuh untuk media latihan, dalam
upaya pengembangan kepribadian manusia seutuhnya.
d)
Di
sekolah dan di rumah seyogyanya senantiasa ditumbuhkan perasaan intelektual
ini, dalam upaya untuk membangkitkan kesenangan (hobbi) belajar, maka seni
mengajar dan seni mendidik itu sebagian besar berupa usaha memupuk perasaan intlektual ini. Sebab, perasaan ini
dapat menibulkan rasa hormat terhadap karya-karya seni karya ilmiah para
seniman dan ilmuan, juga rasa takjub terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Rahman.
Demikian juga perasaan-perasaan etis, estesis dan religius perlu dibangun dan
dipupuk pada diri anak sedini mungkin, baik secara sengaja maupun tidak
sengaja.
e)
Bahwa
gangguan yang serius dan kronis pada kehidupan perasaan biasa mengakibatkan
timbulnya tingkah laku abnormal dan gejala neurosa.
2)
Emosi
dan perkembangan pribadi
Emosi
mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia. Namun, meskipun demikian
tidak dapat dikatakan bahwa manusia segala-galanya dikuasai oleh emosi. Sebab
emosi bukan merupakan gejala jiwa yang dominan bagi manusia, sebab masih ada faktor-faktor
lain yang ikut mempengaruhi terhadap kehidupan manusia. Namun demikian peranan
emosi bagi manusia tidak dapat diabaikan.
Karena
emosi berpengaruh terhadap kejiwaan kita, berarti berpengaruh juga terhadap
kemauan dan perbuatan. Maka gejala jiwa itu berpengaruh pula terhadap
perkembangan dan pembentukan pribadi.
a)
Kekuatan
perasaan dapat diperkuat dan dapat diperlemah. Kemungkinan semacam itu memberi
kesempatan yang baik kepada usaha-usaha pendidikan, dalam rangka pembentukan
pribadi anak perlu dikembangkan perasaan-perasaan yang baik, luhur, dan
positif, misalnya perasaan ketuhanan, perasaan sosial, perasaan keindahan,
perasaan intelektual, perasaan harga diri dan perasaan kesusilaan.
b)
Pendidikan
perasaan adalah sangat penting. Usahakanlah suasana dan rangang-rangsang yang
dapat membangun dan mengembangkan perasaan yang baik dan luhur.
c)
Karena
emosi mempunyai sifat menjalar/menular/merembet, maka jangan membawakan
emosi-emosi yang negatif dalam hubungannya dengan sesama, baik dalam pergaulan
pendidikan maupun dalam pergaulan pada umumnya.[17]
[1]
Wasty Soemanto,Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2012) hlm.37
[4]
Abu Ahmadi, Psikologi Umum (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003)
hlm. 102
[5]
Abu Ahmadi, Psikologi Umum (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003)
hlm. 105
[6]
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : PT. Rineka
Cipta,2012).hlm.38
[7] H. Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja,(Jakarta: PT Remaja Rosdakarya,2015)hlm.114 & 115
[8] Sarlito W. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum,(Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada, 2016)hlm.124 & 125
[10] H. Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja,(Jakarta: PT Remaja
Rosdakarya,2015)hlm.116
[12] Sarlito W.
Sarwono, Pengantar Psikologi Umum,(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2016)hlm.125
[13]
Sarlito W.
Sarwono, Pengantar Psikologi Umum,(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2016)hlm.126,128,129 & 130
[15]
Abu Ahmadi, Psikologi Umum (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003)
hlm. 109
[16]
Abu Ahmadi, Psikologi Umum (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003)
hlm. 110
[17]
Abu Ahmadi, Psikologi Umum (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003)
hlm. 110-112
0 Response to "Gejala Perasaan Emosi - Psikologi"
Post a Comment